Kamis, 18 Februari 2010

TERBAKARNYA GEREJA GEMBALA YANG BAIK SURABAYA

Sore ini, aku pergi ke gereja. Pintu depan gereja tersebut tertutup. Di pintu samping gereja yang terbuka, aku melihat seorang romo sedang duduk sendirian di bangku paling belakang gereja. Ia tampak sedang merenung. Matanya terus melihat ke depan gereja. Aku pun melihat apa yang beliau lihat, ternyata beliau sedang melihat bagian depan gereja yang hancur akibat kebakaran hebat yang terjadi kemarin malam. Meskipun rumahku hanya berjarak 1,6 km dari gereja, aku baru mengetahui berita ini pada pagi harinya, ketika ibuku ditelepon oleh pamanku dari Kalimantan yang melihat beritanya di salah satu stasiun televisi nasional pada pukul 4 pagi waktu setempat. Hingga kini, sudah banyak stasiun televisi, dan surat kabar yang menyiarkan dan memuat berita ini.
Setelah aku selesai mengajar dan menyelesaikan urusanku di kampus, aku memutuskan untuk mengunjungi gereja itu. Aku mulai melihat-lihat ke dalam gereja. Lantainya penuh dengan kotoran dan air yang mengenang. Bangku-bangku berserakan, dan buku-buku berjatuhan di lantai. Dan yang paling parah, kebakaran tersebut mengakibatkan separuh dari eternit gereja yang mampu memuat 800 umat tersebut gosong.
Kebakaran ini terjadi tepat setelah misa terakhir Rabu Abu selesai, ketika seluruh umat telah meninggalkan gereja, yaitu sekitar pukul 21.15. Rabu Abu adalah hari raya umat Katolik, yang menandai dimulainya masa Prapaskah, yaitu masa pertobatan untuk menyambut Paskah, yang diisi dengan kegiatan pantang dan puasa. Hari yang menjadi awal masa pertobatan adalah hari dimana gereja kita terbakar.
Dahulu, gereja kita adalah Gereja yang disegani. Gembala umatnya bijaksana, dan persaudaraan antar umatnya sangat erat. Tetapi dalam beberapa tahun terakhir, Gereja kita telah kehilangan karakternya. Para gembala umat mulai terpecah karena perbedaan pandangan. Banyak umat menjadi lebih egois. Pelayanan mereka tidak lagi tulus, tetapi hanya untuk dianggap baik dan ‘mencari muka’ semata. Gereja yang merupakan tempat melayani telah menjadi tempat untuk menyombongkan diri, dan menjatuhkan sesama umat, hanya karena iri melihat mereka yang melayani dengan lebih tulus. Pendeknya, Gereja tidak lagi menjadi tempat dimana orang dapat menemukan kedamaian di dalamnya. Mungkin, hal inilah yang menjadi dasar bagi Tuhan untuk memberikan musibah ini sebagai peringatan kepada kita, para gembala, para tokoh Gereja, dan segenap umat, sehingga kita mau bertobat, mau mengakui kesalahan-kesalahan kita, dan kembali ke jalan benar sesuai dengan kehendak-Nya, karena terkadang, Tuhan perlu menampar kita, agar kita sadar.
Semoga kebakaran gereja kita di awal masa Prapaskah ini, dapat menjadi peringatan bagi kita untuk menjadikan gereja sebagai tempat yang mampu mendekatkan diri kita dengan Tuhan. Semoga Tuhan memberkati kita semua.

Keterangan:
Gereja (dengan awalan huruf kapital) adalah persekutuan umat beriman dalam Kristus.
Gereja (dengan awalan huruf kecil) adalah gedung tempat umat Kristiani beribadah.